MENJEMBATANI BUDAYA LEWAT BUKU
Social License to Operate merupakan prasyarat tercapainya bisnis yang berkelanjutan. Komunikasi lewat budaya bisa menjadi alternatif yang efektif untuk mendapatkannya.
Koji Hayashi (Hitachi Asia Indonesia), berfoto bersama para guru SDN Marunda 01 Pagi dalam kunjungan Program Bantuan Buku Sekolah Hitachi | Foto: Filantra
Berawal dari sebuah pabrik di Ibaraki Jepang yang didirikan tahun 1910 oleh Namihei Odaira, Hitachi kemudian tumbuh menjadi salah satu konglomerasi bisnis raksasa dunia yang bergerak di berbagai industri, mulai industri digital, kesehatan, energi, perkeretaapian, sampai keuangan digital. Di Indonesia sejak 2013, perusahaan ini merambah bidang sistem transmisi dan distribusi, daya dan peralatan, sistem peralatan & komponen industri, sistem infrastruktur, sistem dan produk TI, layanan pusat data, sistem pencitraan diagnostik medis serta pemasaran sistem otomotif.
Perkembangan bisnis Hitachi tidak lepas dari budaya perusahaannya yang kuat, yaitu Wa (Keserasian), Makoto (Ketulusan), dan Kaitakusha-Seishin (Semangat Pelopor). Ketiga nilai ini yang coba disampaikan Abraham Widyanto, HCG and CCG Assistant General Manager PT Hitachi Asia Indonesia di SDN Ciracas 06 Jakarta Timur. Dalam kesempatan tersebut, Abraham Widyanto memaparkan nilai-nilai Hitachi kepada siswa dan para guru.
Kunjungan ini merupakan bagian program bantuan buku untuk SDN Ciracas 06, SDN Pasar Minggu 04, SDN Jati Pulo 01, dan SDN Marunda 01 yang dilakukan Filantra dengan dukungan PT Hitachi Asia Indonesia. Asep Nurdin, CEO Filantra menyatakan bahwa selain memperluas pengetahuan, buku juga bisa memberikan wawasan dan insight kepada anak-anak. Itulah mengapa Filantra memilih bantuan buku sebagai bagian program community engagement. “Melalui buku, anak bisa belajar mengenal dan memahami budaya – sesuatu yang penting diperkenalkan agar terjalin hubungan yang baik antara perusahaan dan masyarakat.” Ungkapnya.
Ceremony Penyerahan Bantuan / Foto: Filantra
Dalam kegiatan yang juga dihadiri Koji Hayashi, perwakilan grup Hitachi di Indonesia, juga dilakukan penanaman pohon tabebuya (Handroanthus chrysotrichus). Pohon Tabebuya atau Pohon terompet emas sendiri sebenarnya berasal dari Brasil namun seringkali ini dikira sebagai tanaman Sakura oleh kebanyakan orang, karena memiliki bentuk bunga yang mirip. Atih Kurniasih, Kepala SDN Pasar Minggu 04 Jakarta Selatan menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan buku perpustakaan dan pohon Tabebuya yang diberikan. “(Bantuan ini) bermanfaat bagi siswa untuk melatih dasar-dasar Bahasa Jepang.”
Penanaman Pohon Tabebuya oleh / Foto: Filantra
Dari Budaya Menuju Social License to Operate
Pendekatan budaya merupakan instrumen penting dalam membangun kedekatan (engagement) antara perusahaan dan komunitas di sekitarnya. Melalui budaya, diharapkan perusahaan dan komunitas dapat memahami budaya masing-masing sehingga menghilangkan sekat dan mencegah konflik yang terjadi antar budaya yang berbeda. Banyak perusahaan secara terbuka mempromosikan budaya perusahaan mereka untuk mendapatkan dukungan publik terhadap kebijakan mereka.
Berkaca dari kesulitan banyak perusahaan menegakkan aturan main perusahaan dengan masyarakat lokal, pengenalan budaya bisa berkontribusi sangat positif. “Contoh yang paling mudah misalnya terkait SDM.” Ahsan Salim, Relationship Manager Filantra. “Jika warga memahami budaya kerja perusahaan, misalnya safety, maka mereka ketika bekerja akan mengikuti budaya tersebut.” Implikasinya, pencapaian tujuan safety perusahaan bisa tercapai.
Sebaliknya, perusahaan yang memahami budaya setempat juga bisa melakukan proses bisnisnya dengan baik. Ini berhubungan dengan pengelolaan aset, benturan budaya, maupun adaptasi kebiasaan lokal dalam kegiatan perusahaan. Ini menjadi prasyarat perusahaan mendapatkan lisensi sosial untuk beroperasi (SLO, the social license to operate). Penerapan SLO tidak hanya dilihat dari kejadian konflik semata tetapi diukur dari penerimaan pemangku kepentingan, termasuk pegawai dan komunitas, terhadap standar praktik bisnis dan SOP perusahaan.
Kegiatan tanggung jawab sosial yang dikemas melalui medium budaya dan pengetahuan dapat memberikan manfaat yang lebih baik dalam membangun kedekatan dengan komunitas. Pemilihan jenis buku dan tanaman yang disumbangkan kepada masyarakat, misalnya, meskipun sederhana bisa memberikan manfaat strategis bagi penciptaan dukungan pemangku perusahaan terhadap bisnis.
Ditulis oleh Salman Nursiwan