PELNI Cetak Marine-preneur lewat Rumah Kelola Ikan
08 Mei 2024, Larantuka — PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Persero kembangkan Kampung Nelayan Larantuka di Larantuka Flores Timur Nusa Tenggara Timur sebagai percontohan pemberdayaan nelayan. Program ini mencakup pemberian bantuan kapal jukong 5 GT, sarana usaha, permodalan, dan pengembangan Rumah Kelola Ikan (RKI) bagi 12 orang nelayan dan 10 pengelola usaha ikan di Kelurahan Postoh, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Larantuka dipilih karena merupakan daerah yang disinggahi oleh kapal PELNI yaitu KM Umsini dan KM Lambelu serta satu kapal tol laut KM Kendhaga Nusantara 7.
Nelayan binaan program Kampung Nelayan PELNI sedang mempersiapkan kapal jukong untuk melaut. Kapal jukong 5 GT ini merupakan bantuan program TJSL PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) kepada 10 nelayan di Kelurahan Postoh, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (22/8/2022). Program tersebut bertujuan untuk membantu nelayan binaan dalam meningkatkan kapasitas mereka dalam menangkap ikan dan memperkuat ekonomi lokal.
Program yang dimulai sejak 22 Agustus 2022 ini menunjukkan hasil yang signifikan, hasil tangkapan ikan dari 80-100 kg per-bulan meningkat menjadi 114 kg per-bulan selama periode November 2022 hingga Desember 2023 serta pemberian nilai tambah ekonomi hasil laut, khususnya bagi para ibu pengelola RKI.
Di Rumah Kelola Ikan, para ibu mengolah ikan tuna menjadi produk abon dan nugget, sehingga tidak hanya meningkatkan nilai produk, tetapi juga membuka peluang penetrasi pasar yang lebih luas. Filantra, yang ditunjuk sebagai pendamping program ini membantu melalui rangkaian pelatihan produksi makanan olahan ikan, pengemasan dan pemasaran produk, sampai pengujian pasar secara luring dan daring.
“Pelatihan ini penting agar para nelayan bisa mendapatkan nilai tambah dari produk ikan tangkap sehingga pendapatan mereka juga bisa meningkat. Keterampilan ini juga bermanfaat ketika nelayan sulit melaut, sehingga tersedia alternatif pendapatan tetap.” Ujar Asep Nurdin, CEO Filantra. Tidak hanya pelatihan, Filantra juga memfasilitasi pengurusan legalitas seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikat halal, dan izin pangan industri rumah tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur. Ditambahkannya, ijin ini diperlukan agar produk para nelayan ini dapat dipasarkan di pasar lokal maupun regional.
Rumah Kelola Ikan (RKI) binaan PT. PELNI sedang mengikuti Bimbingan Teknis bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur terkait cara produksi olahan pangan yang baik agar setiap produk memiliki ketahanan yang panjang di Larantuka, Flores Timur. Dalam kunjungan ini, tim Dinas Kesehatan pun memberikan masukan terkait kebersihan lingkungan, kerapihan alat produksi, dan perbaikan aliran air (10/11/2013).
Keterampilan mengolah ikan merupakan pengalaman pertama yang menarik, seperti diungkapkan Ayub da Silva (44), “Program pemberdayaan nelayan dan ibu-ibu di Kelurahan Postoh ini sangat bermanfaat bagi kami seperti peningkatan kemampuan dalam pengolahan potensi lokal yaitu ikan yang bisa diolah menjadi nugget dan abon.” Kehadiran RKI membuatnya optimis bahwa kelompok nelayan dan ibu-ibu menjadi mandiri.
Menurut Heidy Triseptiania, Manager TJSL sekaligus penanggung jawab program, “Mereka antusias, karena disana itu para nelayan masih menggunakan sampan. PELNI hadir dengan memberikan kapal jukong untuk menunjang para nelayan dalam mencari ikan, karena dengan kapal jukong dapat membuat nelayan lebih aman dan radius memancingnya bisa lebih jauh, serta tidak terlalu terkendala oleh cuaca buruk, khusus ombak besar,” jelasnya.
Program ini sangat membantu kelompok nelayan di Postoh yang selama ini tidak memiliki perahu dan harus menyewa jika akan melaut, “Kapal jukong yang diberikan oleh PT PELNI bagi kami para nelayan sangat membantu, apalagi kapal 5GT ini memiliki kapasitas penyimpanan ikan hingga dua ton. Kami menggunakan kapal Jukong ini bergiliran, dalam satu bulan kami bagi menjadi empat kelompok, sehingga setiap pekan kapal jukong ini dapat dimanfaatkan untuk mencari ikan.” Ujar Nene Umar Gao (55) Ketua Kelompok Nelayan Postoh.
Untuk memastikan keberlanjutan manfaat bantuan yang diterima, Filantra memperkenalkan manajemen keuangan bagi pengelola RKI. Salah satunya adalah kesepakatan pembagian hasil tangkapan ikan yang adil, dengan 70% dialokasikan untuk nelayan, 10% untuk perawatan kapal, 10% untuk operasional melaut, dan 10% untuk pengelolaan RKI. “Lewat model bagi hasil ini, kami berharap usaha nelayan dapat terus berjalan serta terjalin kolaborasi dan kemitraan di antara anggota komunitas.” Ujar Asep Nurdin.
Keberhasilan ini mendorong manajemen PELNI memperluas program serupa ke daerah lain dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi kelompok nelayan sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat, khususnya yang berada di daerah operasional PELNI di wilayah tertinggal, terdepan, terluar dan perbatasan (3TP).